Fenomena Perawat Gigi

15 komentar
ILMU KEDOKTERAN GIGI DAN FENOMENA KOMPETENSI PERAWAT GIGI

Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi dalam segala bidang diera global dewasa ini, diprediksikan akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan dibidang kesehatan.
Peran ilmu dan tehnologi sangat menonjol dalam memajukan sektor dibidang kesehatan, hal ini terbukti dengan semakin canggih dan mutakhirnya peralatan yang digunakan, peningkatan sumber daya manusia kesehatan dan pelayanan kesehatan spesialistik dan subspesialistik di masyarakat. Kondisi ini diikuti pula oleh perkembangan ilmu kedokteran gigi yang merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu kedokteran di Indonesia.
Perkembangan ilmu dibidang kedokteran gigi harus diimbangi dengan kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik, dengan mengutamakan kepuasan masyarakat sebagai user dalam pelayanan kesehatan dengan tetap mengacu pada pelayanan kesehatan dalam dimensi ekonomi, bisnis dan etika.
Untuk mengimbangi perkembangan ilmu kedokteran gigi, sumber daya manusia kesehatan dalam hal ini dokter gigi selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Sehingga sebagai provider pelayanan kesehatan mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, dokter gigi tidak dapat menjalankan sendiri tugas pokok dan fungsinya dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat, melainkan harus bermitra kerja dengan perawat gigi.
Masalah yang timbul saat ini adalah pertama : Keterbatasan jumlah dokter gigi yang bekerja di pelayanan kesehatan di Indonesia dengan ratio terhadap penduduk 1 : 21.500, dimana ideal ratio 1 : 2000 dan itupun penyebarannya tidak merata. Kedua : tugas ganda dokter gigi selain sebagai penangung jawab pelayanan kesehatan gigi dan mulut juga sebagai pejabat struktural yang menyita perhatian dan konsentrasi lebih dalam pelaksanaannya. Sehingga seringkali tugas pokok dan fungsinya tidak dapat dilaksanakan dengan baik, sementara pelayanan di masyarakat harus berjalan dengan baik. Untuk mengatasi hal tersebut, dokter gigi akan melimpahkan tugas dan wewenangnya kepada perawat gigi sebagai mitra kerjanya.
Tugas limpah yang diberikan oleh dokter gigi kepada perawat gigi kadang tidak jelas, sehingga perawat gigi harus menyelesaikan semua tugas dokter gigi di Puskesmas sebagai pemberi pelayanan, walaupun yang dilakukan oleh perawat gigi bukan kompetensi dan kewenangannya. Akan tetapi hal tersebut berjalan sebagai sesuatu yang wajar dan biasa tanpa memperhatikan dampak etika dan hukum.
Perawat gigi dalam melaksanakan tugas dokter gigi, meskipun bukan kompetensi dan kewenanganya menjadi suatu kebiasaan dan kewajaran untuk membantu masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan di luar jam kerja/praktek dirumah.

FENOMENA KOMPETENSI PERAWAT GIGI DALAM PERSPEKTIF HUKUM
Keperawatan gigi sebagai suatu ilmu merupakan pendatang baru dalam kancah perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi bagi bangsa Indonesia dan masih memerlukan perjalanan panjang, jika menginginkan kesetaraan dengan ilmu-ilmu yang lain, Ilmu keperawatan gigi dilahirkan dari ilmu kedokteran gigi. Sehingga perawat gigi sebagai profesi belum memiliki body of knowledge keparawatan gigi.
Sebagai profesi perawat gigi harus mampu mengambil keputusan secara mandiri yang didukung oleh pengetahuan dan pengalaman di bidang keperawatan gigi. Namun demikian tidak ada satupun masalah kesehatan dapat diatasi oleh salah satu disiplin ilmu, karenanya kerjasama dengan pelbagai profesi lain tetap sangat penting.
Pemberian kewenangan/pendelegasian wewenang yang diberikan oleh dokter gigi kepada perawat gigi untuk memutuskan bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat maupun pembagian tanggungjawab dengan dokter gigi atau tugas-tugas kolaborasi dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut akan membuahkan konsekuensi hukum.
Berdasarkan hasil pengamatan dan kajian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan, dapat disimpulkan bahwa perawat gigi yang bekerja di pelayanan kesehatan khususnya di Puskesmas, masih bekerja tidak sesuai dengan kemandirian, kewenangan serta kompetensi profesi. Sebab 98 % perawat gigi bekerja/melaksanakan tugas diluar kompetensi dan kewenangannya. Dan kondisi tersebut bertententangan dengan Kepmenkes No.378/Menkes/SK/III/2007 tahun 2007 tentang Standar profesi Perawat Gigi dan Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 tahun 1996.

FENOMENA KOMPETENSI PERAWAT GIGI DALAM PERSPEKTIF ETIKA
Kesalahan perawat gigi yang memungkinkan bisa terjadi adalah pada tindakan dalam tugas-tugas mandiri dan atau tugas kolaborasi serta tugas-tugas yang merupakan pendelegasian wewenang.
Kondisi semacam ini, dianggap merupakan suatu kewajaran dan kelaziman, bahkan dampak etis akibat dari tindakan yang dilakukan diabaikan. Sehingga dengan leluasa perawat gigi membuka peluang bisnis/praktek kedokteran gigi yang semestinya bukan grey area kompetensi perawat gigi.
Akibat dari tindakan perawat gigi, maka akan berdampak etis sebagai berikut :
1. Ketidakadilan : karena ada profesi lain yang dirugikan.
2. Kerisauan sosial : dengan munculnya bentuk mall praktik yang dilakukan perawat gigi
3. Pelemahan peraturan dan sanksi : dengan tidak adanya tindakan dan sanksi atas tindakan yang dilakukan, maka dianggap peraturan tidak dapat berfungsi dengan benar.

ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
1. PEMECAHAN MASALAH BERDASAR PERSPEKTIF EPISTEMOLOGI
Kompetensi Perawat Gigi merupakan sebagian dari kompetensi Dokter Gigi. Pada hakekatnya kompetensi Perawat Gigi didasarkan pada standar profesi yang dibangun dari ilmu keperawatan gigi. Sedangkan ilmu keperawatan gigi merupakan akar pengetahuan yang bersumber dari ilmu kedokteran gigi, sehingga perawat gigi tidak memiliki body of knowledge / Kemandirian kompetensi yang didasarkan pada dasar ilmu pengetahuan.
Alternatif pemecahan masalah yang tepat adalah perawat gigi sebagai mitra kerja dokter gigi dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat harus memiliki ilmu dan kompetensi mandiri, sehingga tidak bersentuhan dengan profesi lain (dokter gigi).
Ilmu pengetahuan dan Kompetensi mandiri didasarkan oleh needs and demand masyarakat yang kemudian dikemas dalam bentuk kurikulum yang dikembangkan dalam pendidikan tenaga perawat gigi.

2. PEMECAHAN MASALAH BERDASAR PERSPEKTIF AKSIOLOGI
Kesalahan perawat gigi yang dianggap wajar dan lazim dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut, merupakan pelanggaran terhadap etika. Karena etika merupakan pedoman bagi manusia tentang bagaimana seharusnya bertindak baik dan buruk. Fenomena kompetensi perawat gigi dapat dikatakan kurang sesuai dengan etika khususnya etika profesi, karena perawat gigi bekerja tidak sesuai dengan kompetensi, sehingga dokter gigi dan masyarakat merasa dirugikan.
Alternatif pemecahan masalah yang tepat adalah pemberian bekal dan pemahaman kepada perawat gigi tentang etika dan agama. Karena apabila kegiatan tersebut dilaksanakan dengan sadar maka termasuk dalam perbuatan “dzalim” Dan Rasulullah Muhammad SAW bersabda : Barang siapa yang telah berbuat dzalim terhadap saudaranya, maka segeralah minta dihalalkan. Karena di akhirat tidak berguna lagi dinar dan dirham, sebelum saudaranya mengambil kebaikan darinya. Jika dia tidak memiliki suatu kebaikan, maka akan diambil untuknya keburukan dari saudaranya itu (orang yang terdzalimi) HR. Bukhari”

3. PEMECAHAN MASALAH BERDASAR PERSPEKTIF ONTOLOGI
Alternatif pemecahan tang lain untuk mengatasi fenomena kompetensi perawat gigi adalah penegakan sanksi hukum, sehingga ada efek jera bagi perawat gigi yang melakukan mal praktek.

RUJUKAN
1. Kuswarjono, Arqom.,2009. Intergrasi Ilmu dan Agama. Perspektif Filsafat Mulla Sadra. Filsafat UGM. Yogyakarta.

2. Mustansyir, Rizal. dkk. 2009. Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

3. Purnomo, B., 1991. Hukum Kesehatan. Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

4. Drost, J., 1985. Susunan Ilmu Pengetahuan.Terjemahan. Gramedia.Jakarta.

5. Shah, AB., 1986. Metodologi Ilmu Pengetahuan. Yayasan Obor Mas. Jakarta.

6. Koehn, Daryl.,2000., Landasan Etika Profesi. Pustaka Filsafat. Kanisius. Yogyakarta

15 komentar:

  • 7 September 2010 pukul 18.07
    Anonim :

    masih kurang... tidak ada kajian yang jelas... but, mkasih

  • 25 September 2010 pukul 18.08

    kurangnya dimana ya, jelasnya gimana ya..kasih masukan yg jelas dong siapa tau mr bedjo yg empunya blog ini bs menjelaskan lebih detail..

  • 3 Oktober 2010 pukul 07.42

    Aww. Alhamdullilahirobbilalamin, ada yang mengingatkan tulisan saya.Dan saya ucapkan terima kasih atas kritik dan masukannya. Memang artikel yang saya tulis banyak kekurangan, karena masih dalam tahap belajar. Dan saya mohon maaf apabila yang saya tulis ada kalimat yang menyinggung hati dan pikiran para pembaca. Tetapi saya lebih senang apabila para pembaca dapat menunjukkan kekurangan tulisan saya dimana ? supaya dapat dijadikan masukan. Terima kasih Was. Wm.Wbr

  • 10 Oktober 2011 pukul 01.38
    Anonim :

    bidan bisa buka praktek mandiri dgn kewenangan tertentu. tidak ada dr kandungan yg komplain. sudah selayaknya perawat gigi juga bisa dgn kewenangan tertentu. jgn deskriminatif. kurikulum perawat gigi terlalu berat jika hanya untuk mempunyai hak sekedar membantu dokter gigi saja. mari kita berkaca pada hak hak bidan. jgn hanya menentukan kebijakan berdasarkan 'persaingan mendapatkan rezki antar profesi satu dgn lainnya'. berapa banyak anak2 desa / kota kota kecil yg gigi nya dicabut tanpa bantuan medis. bukankah lbh baik jika dicabut perawat gigi? Mari kita drg dan perawat gigi saling bahu membahu beritikad baik membantu kesehatan masyarakat. Itu yg utama. Jgn merisaukan masalah persainga rizki. Perawat gigi dalam RS adalah sebagai asistant drg, tetapi dlm masyarakat sudah selayaknya untuk membuka praktek mandiri. (seperti bidan). Jgn lupa utk ikut uji kompetensi perawat gigi jika membuka praktek mandiri. Kita akan terus mempertahankan dan memperjuangkan itu. Demi terciptanya masyarakat indonesia yg sehat gigi. baik di kota maupun di desa/kota2 kecil. sekali lg maupun di desa... & maupun di desa. mari kita memikirkan mereka dlm sudut pandang "realita". shg kita bisa tau apa yg sebenarnya masyarakat butuhkan.

    Salam,

    *POLTEKKES*

  • 28 April 2013 pukul 09.47
    Anonim :

    Gak usah bawa2 ayat segala, berkacalah pada kenyataan, perawat gigi makassar hebat2, maryland, valplast, gtsl, fulldenture, pasak, mampu diselesaikan dengan baik, bahkan pasennya banyak, gak ada jg yg komplain !! .... Jadi koment soal kompetensi gimana, lha wong pasen banyak ?? Bullshit tuh !! Yg ada ini persaingan usaha, dokter gigi merasa disaingi!! maka berjuanglah agar tetap survive !!

  • 1 Juni 2013 pukul 11.19

    Tamatan SPRG itu diajarin teori dan praktek pencabutan, penambalan, dll. Bukan praktek cukup nyoba aj pak...targetnya bukan 1..2 . Apalagi SPRG tamatan dibwh tahun 2000. Bs dilihat( bpk survey deh) puskesmas didaerah bnyak dokter junior yg ga bs kerja alasan ga pede, tremor,dll..y melayani pasien perawat gigi senior...jd kenapa perawat gigi ga diizinin praktek?????? Dokter gigi takut tersaingi!!!! Ngapain takut org rezeki udah ad yg ngatur.kyk bidan tuh...dokter kandungan ga takut disaingi, kl kasusnya diluar kemampuan sibidan pasti dirujuk ke dokter...kerjasama yg baik. Kenapa dokter gigi ga bs bijak kyk dokter kandungan????????dokter gigi jutek kl tau pasiennya rujukan dari perawat gigi.:(

  • 11 Agustus 2013 pukul 20.57

    terimaksih "lampu kuningnya"...saya sbgi perawat gigi senang menjalankan sebagai tupoksinya..malah saya lebih senang kepada drg yg terbuka ilmunya kepada prg nya..toh saya juga tdk mau "ngarawu ku siku"...tidak dipungkiri kalau ke SD yg terpencil, ke posyandu terpencil drg siap tidak untuk kunjungannya??...Perawat gigi praktek mandiri sudah ada permenkes nya no 58 tahun 2012..saling tau sama tau aja..bagaimana dengan tukang gigi?

  • 11 Agustus 2013 pukul 21.02

    terimaksih "lampu kuningnya"...saya sbgi perawat gigi senang menjalankan sebagai tupoksinya..malah saya lebih senang kepada drg yg terbuka ilmunya kepada prg nya..toh saya juga tdk mau "ngarawu ku siku"...tidak dipungkiri kalau ke SD yg terpencil, ke posyandu terpencil drg siap tidak untuk kunjungannya??...Perawat gigi praktek mandiri sudah ada permenkes nya no 58 tahun 2012..saling tau sama tau aja..bagaimana dengan tukang gigi?

  • 26 Oktober 2013 pukul 00.25
    Anonim :

    hahaha,skrg pwt gi2 lho gk bs ap2.dkmpus wkt sy kul aj hny dbri kul yg tngung smua.skrg byk pwt gi2 jstru mrka krj dluar profsiny

  • 26 Oktober 2013 pukul 02.11
    Anonim :

    jika krja dtempat trpencil msyrkat awam tdk mw tw ntah it perawat gi2,bidan,perwat,analis,apoteker dll.dtuntut hrz bs mlayani kdg dluar profsi qt.kdg ad perwat gi2 g cm jd mantri gi2 sja,tetapi bs jd mantri biasa sbg mdis.wlaupun wkt skolah/kuliah dlu hny dbkali ilmu sbtas kbthan dasar mnusia,obt2n umum,anatomi umum.

  • 12 April 2014 pukul 08.43

    Sebenarnya masing2 sdh ada kompetensinya. Tinggal jalankan sesuai kompetensi masing2 ajah. Kl di daerah terpencil mah grey area msh bisa berlaku. Lha kl di kota2 yg sdh ada ahlinya masing2 mosok grey area diterabas juga? Itu namanya nekat alias nggak mau rugi atau nggak mau kehilangan sumber penghasilan yg slm ini sdh teramat nyaman diperoleh. Kasih kesempatan dunk dokter2 muda kita berperan di masyarakat. Truz utk apa mrk sekolah kedokteran kl pasien2nya nggak berobat ke mereka tp justru ke nakes yg tdk kompeten?

  • 3 Juni 2014 pukul 10.00
    Anonim :

    Kalo semua orang berbicara atau hanya dari sudut pandang yang sempit jelas salah satu profesi akan merasa di sudutkan, saya sebagai seorang perawat gigi lulusan sprg tahun 1989 dengan kurikulum yg luas trmsk d dalamnya pencabutan gigi dan itu sdh melekat dlm diri saya ,jelas selama ini saya melaksanakan profesi saya yg mgkn d luar kompetensi karena demand masy.. tak bijak jika hny menyoroti kompetensi sj d daerah sy yg terpencil dan jauh akses k drg. Masa tega lihat org minta bantuan kita. Dan apa gak miris tenaga non profesional spt tukang gigi yg gk jelas sekolahnya skg bny yg melaksnakan tgs drg.

  • 10 Juni 2014 pukul 22.59
    Anonim :

    salah satu kompetensi perawat gigi adalah menjadi asisten dr. gigi, tapi apakah semua dokter gigi asistenya seorang perawat gigi?? adil jika yang seharusnya menjadi lahan pekerjaan perawat gigi tapi karena alasan agar bisa menggaji dengan murah dokter gigi mempekarjakan orang2 yang tidak mempunyai kompetensi tersebut. jika ingin memberlakukan keadilan lakukanlah secara keseluruhan dan mulailah segala sesuatu dari diri masing2, saling menghargai jauh lebih baik, jika para dr. gigi memperkejakan perawat gigi sebagai asistenya dan menggajinya dengan layak insya Alloh perawat gigi yang ada di perkotaan bisa menjadi mitra bagi dokter gigi. tidak seperti kebanyakan yang menggaji perawat gigi jauh dibawah UMR.
    sedangkan bagi yang di daerah terpencil yang jauh dari dokter gigi tidak salah jika perawat gigi membantu mempermudah masyarakat yang membutuhkan perawatan gigi karena tidak bisa dipungkiri jarang sekali dokter gigi yang mau menetap di daerah terpencil, jauh lebih bijak jika masyarakat di tangani tenaga kesehatan dibandingkan tukang gigi yang tidak mempunyai pengetahuan tentang kesehatan.
    tarif yang lumayan tinggi di dokter gigi menjadi salah satu alasan lebih banyak masyarakat yang tidak berobat ke dokter gigi.
    di antara dokter gigi umum pun masih banyak yang mengerjakan tindakan2 yang seharusnya dikerjakan oleh spesialis

  • 20 November 2015 pukul 10.27
    Anonim :

    Ya udah klo prg mau mengerjakan tugas drg yah udah kenapa ga dari dulu jadi sekolah drg Aja hahaha lagian rejeki udah ada masing2 koq...biar kan masyarakat yang menentukan mau kemana...lagian kalo prg melewati jalur/koridornya yah kalo ketahuan ditanggung resiko masing2 repot amat...gkgkgkgkgk

  • 16 Oktober 2017 pukul 09.41

    Sudah berubah,tidak memperjuangkan diri sendiri....

Posting Komentar